atastindakan firaun tuhan menurunkan nabi musa dan memberikannya mukjizat berupa tongkat yang dapat membelah lautan dan berubah menjadi seekor ular besar dan bisa mengalahkan para penyihir firaun Penjelasan: maap klo slh Iklan Pertanyaan baru di Wirausaha Jelaskan dampak krisis global terhadap tingkat pengangguran terdidik? Kedaulatanhukum adalah sebuah negara diharapkan menjadi negara hukum, dimana semua tindakan yang dilakukan pemerintah dan rakyat harus berdasarkan sebuah aturan hukum yang berlaku. Tokoh yang menganut paham ini Immanuel Kant, Kranenburg, dan H. Krabbe. Kedaulatan hukum biasanya diterapkan di sebagian besar negara di Eropa dan Amerika. 5. Negarayang berdasar atas hidup kekeluar- (chauvinisme) melakukan tindakan yang dapat merendahkan. berdasar atas kedaulatan rakyat dan berdasar atas. cash. Teori kedaulatan Tuhan adalah teori yang paling tua dari jenis-jenis teori kedaulatan lainnya. - Kali ini kita akan membahas tentang teori kedaulatan Tuhan dan definisinya. Teori kedaulatan Tuhan adalah teori yang paling tua dari jenis-jenis teori kedaulatan lainnya. Teori ini menjelaskan tentang Tuhan yang memiliki kuasa terhadap segala hal baik itu alam, manusia, dan apa saja di muka bumi ini. Pengertian Teori Kedaulatan Secara etimologi, kedaulatan sendiri memiliki arti kekuasaan tertinggi yang diambil dari bahasa Arab yaitu daulah atau kekuasaan. Sedangkan di dalam Bahasa Latin, supremus yang artinya tertinggi. Kedaulatan ini berhubungan atau memiliki kaitan dengan negara dan pemerintah. Sehingga hampir semua ahli tata negara membahas mengenai teori kedaulatan ini, terlebih tentang sumber kekuasaan negara. Plato mengatakan bahwa sumber kekuasaan negara adalah bukan dari pangkat, kedudukan, jabatan, harta, dan dewa. Plato pun membedakan kekuasaan negara menjadi dua bagian, yakni pathein dan bia. Pathein adalah suatu kekuasaan negara yang memiliki fungsi untuk mempunyai kewenangan dalam mengatur urusan yang ada di dalam negeri dengan cara persuasi. Baca Juga Bagaimana Pelaksanaan Kedaulatan Tuhan? Begini Penjelasannya Artikel ini merupakan bagian dari Parapuan Parapuan adalah ruang aktualisasi diri perempuan untuk mencapai mimpinya. PROMOTED CONTENT Video Pilihan Kekerasan hati Firaun dalam kitab Keluaran merupakan topik perdebatan teologis yang hangat. Permasalahan yang muncul adalah apakah kekerasan hati itu merupakan kehendak bebas Firaun atau “predetermination” Allah. Kekerasan hati Firaun merupakan salah satu persoalan teologis dalam kitab Keluaran. khususnya kalau kekerasan hati itu merupakan akibat dari tindakan Allah yang mengeraskannya. Apakah adil jika Allah yang mengeraskan hati Firaun, Ia juga yang menghukum Firaun oleh karena kekerasan hati itu? Urutan pemunculan ungkapan “Allah mengeraskan hati Firaun” Kel. 421; 73 yang mendahului ungkapan “Hati Firaun berkeras” Kel. 713 atau “Firaun tetap berkeras hati” Kel. 815 menimbulkan kesan bahwa Allah yang pertama-tama mengeraskan hati Firaun dan bukannya tindakan atau pribadi Firaun untuk mengeraskan hatinya. Pemecahan terhadap masalah ini ada pada pertama, penyelidikan ungkapan “Allah mengeraskan Firaun” Kel. 421, 73 atau lebih tepatnya “Allah akan mengeraskan hati Firaun itu” muncul dalam bentuk YQTL imperfect. Bentuk ini menyatakan bahwa memang Allah sedang atau akan membuat hati Firaun keras, tetapi tak menunjuk secara khusus kapan Ia melakukannya. Kedua, Kel. 319 menyatakan bahwa dalam kemahatahuan-Nya Allah telah tahu bahwa raja Mesir atau Firaun akan “mengeraskan hatinya” dengan tidak membiarkan Israel pergi dari Mesir. Firaun hanya akan melepaskan Israel setelah melewati penghukuman yang keras. Ayat ini penting oleh karena menyatakan bahwa Allah telah mengetahui bahwa Firaun akan mengeraskan hatinya. Perihal bahwa Allah juga akan mengeraskan hati Firaun tidak lagi menjadi masalah, oleh karena Firaun sendiri yang memulai mengeraskan hatinya. Tindakan Allah mengeraskan hati Firaun akan menambah kekerasan hati Kunci kekerasan hati, Firaun, Allah Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free KEKERASAN HATI FIRAUN DALAM KITAB KELUARANTINDAKAN PRIBADI ATAU TINDAKAN ALLAHSia Kok SinABSTRAKSIKekerasan hati Firaun dalam kitab Keluaran merupakan topik perdebatan teologis yang hangat. Permasalahan yang muncul adalah apakah kekerasan hati itu merupakan kehendak bebas Firaun atau “predetermination” Allah. Kekerasan hati Firaun merupakan salah satu persoalan teologis dalam kitab Keluaran. khususnya kalau kekerasan hati itu merupakan akibat dari tindakan Allah yang mengeraskannya. Apakah adil jika Allah yang mengeraskan hati Firaun, Ia juga yang menghukum Firaun oleh karena kekerasan hati itu? Urutan pemunculan ungkapan “Allah mengeraskan hati Firaun” Kel. 421; 73 yang mendahului ungkapan “Hati Firaun berkeras” Kel. 713 atau “Firaun tetap berkeras hati” Kel. 815 menimbulkan kesan bahwa Allah yang pertama-tama mengeraskan hati Firaun dan bukannya tindakan atau pribadi Firaun untuk mengeraskan hatinya. Pemecahan terhadap masalah ini ada pada pertama, penyelidikan ungkapan “Allah mengeraskan Firaun” Kel. 421, 73 atau lebih tepatnya “Allah akan mengeraskan hati Firaun itu” muncul dalam bentuk YQTL imperfect. Bentuk ini menyatakan bahwa memang Allah sedang atau akan membuat hati Firaun keras, tetapi tak menunjuk secara khusus kapan Ia me l akukannya . Ke d ua, Kel. 319 menyata k an ba hwa dalam kemahatahuan-Nya Allah telah tahu bahwa raja Mesir atau Firaun akan “mengeraskan hatinya” dengan tidak membiarkan Israel pergi dari Mesir. Firaun hanya akan melepaskan Israel setelah melewati penghukuman yang keras. Ayat ini penting oleh karena menyatakan bahwa Allah telah mengetahui bahwa Firaun akan mengeraskan hatinya. Perihal bahwa Allah juga akan mengeraskan hati Firaun tidak lagi menjadi masalah, oleh karena Firaun sendiri yang memulai mengeraskan hatinya. Tindakan Allah mengeraskan hati Firaun akan menambah kekerasan hati Kunci kekerasan hati, Firaun, AllahKekerasan hati Firaun itu merupakan topik perdebatan teologis. Walter C. Kaiser Jr. membahasnya sebagai salah satu ucapan sulit dalam 1 Perjanjian Lama. Permasalahan yang muncul adalah apakah kekerasan 2hati itu merupakan kehendak bebas Firaun atau “predetermination” Allah. Kekerasan hati Firaun merupakan salah satu persoalan teologis dalam kitab Keluaran, khususnya kalau kekerasan hati itu merupakan akibat dari 3tindakan Allah yang mengeraskannya. Tema “kekerasan hati” ini memang dicatat dua puluh kali dalam Keluaran 4-14, namun yang menjadi persoalan 17 bahwa dalam bagian ini disebutkan bahwa Allah sendiri yang mengeraskan 4ha t i Fi raun sebanyak sep u luh kali. Kitab Keluaran mem a ng mengungkapkan bahwa Firaun berkeras hati Kel. 714, 22815, dll., tetapi juga diungkapkan bahwa Allah mengeraskan hati Firaun Kel. 421; 73; 912, dll.. Menjadi persoalan adalah hati Firaun itu menjadi keras, oleh karena ia sendiri yang berkeras hati atau hal itu merupakan akibat dari tindakan Allah yang mengeraskan untuk menghindari tuduhan terhadap karakter Allah muncul pendapat bahwa kekerasan hati Firaun dimulai dari tindakan Firaun berkeras hati, lalu ditindaklanjuti oleh Allah dengan mengeraskan hatinya 5dan akhirnya menyebabkan bahwa hati Firaun semakin keras. Pendapat ini biasanya diperhadapkan dengan kesulitan urutan pemunculan ungkapan “Allah mengeraskan hati Firaun” Kel. 421; 73 yang mendahului ungkapan “Hati Firaun berkeras” Kel. 713 atau “Firaun tetap berkeras hati”Kel. 815. Urutan pemunculan ini menimbulkan kesan bahwa Allah yang pertama-tama mengeraskan hati Firaun dan bukannya tindakan atau pribadi Firaun untuk mengeraskan juga pendapat yang menjelaskan bahwa ungkapan “Allah mengeraskan hati Firaun” merupakan ungkapan idiomatis tentang penolakan batiniah Firaun yang telah sampai pada titik yang tak dapat 6dibalikkan atau berubah lagi. Brevard Childs menolak pandangan ini dengan alasan bahwa penafsiran psikologis ini kehilangan inti teologis, karena ungkapan “Allah mengeraskan hati Firaun” menunjuk dengan jelas 7adanya “a theology of divine causality”.Beberapa ahli telah membahas topik ini dengan menggunakan 8beberapa pendekatan, di antaranya9Pendekatan Kritik SumberRobert R. Wilson menggunakan pendekatan kritik sumber dalam membahas topik ini. Wilson menyelidiki topik ini dengan menyelusuri sumber Y Yahwist, E Elohist dan P Priestly untuk menemukan kekhasan pembahasan topik ini dalam sumber ini masing-masing. Sumber Yahwist Kel. 714, 815, 32; 97, 34 menggunakan kata ãáë. Allah tidak pernah dijadikan sebagai subyek atau pelaku, tetapi subyeknya adalah hati 10Firaun atau Firaun itu sendiri. Sumber Elohist Kel. 421; 1020, 27 menggunakan kata ÷æç yang menyebutkan Allah sebagai subyek yang mengeraskan hati Firaun dan hanya dalam Kel. 935 kata ini digunakan 11untuk mengungkapkan kondisi hati Firaun. Sedangkan sumber Priestly Kel. 912; 1110; 144, 8, 17 menggunakan kata ÷æç di mana Allah merupakan subyek atau pelaku yang mengeraskan hati dalam 12Kel. 713, 22 815 di mana menggambarkan kekerasan hati Firaun. 8 JTA Vol. 15 No. 4, Maret 2013 Sumber Priestly juga menggunakan kata äù÷ dalam Kel. 73 di mana Allah 13merupakan subyek atau pelaku yang akan mengeraskan hati Firaun. Selanjutnya Wilson mengamati dua hal dalam kaitan sumber-sumber ini, yaitu pertama, kata ãáë tak digunakan dalam sumber-sumber kemudian dan diganti dengan kata ÷æç dan äù÷; kedua, sumber-sumber kemudian cenderung melihat Allah sebagai subyek atau pelaku yang menyebabkan 14kekerasan hati Firaun. Wilson juga melihat fungsi motif kekerasan hati ini dalam setiap sumber. Dalam sumber Yahwist motif ini berada dalam akhir kisah tulah yang menunjukkan bahwa walaupun Firaun telah melihat dan mengalami tulah, namun ia tetap mengeraskan hati dan tidak membiarkan umat untuk 15pergi. Ia juga mengungkapkan bahwa dalam sumber Yahwist ini motif kekerasan hati ini menjadi penghubung dan pengikat antara narasi 16penindasan dan narasi tulah. Dalam sumber Elohist Wilson melihat bahwa motif kekerasan ini memberikan kesatuan narasi tulah di mana motif ini merupakan penyebab adanya tulah lagi dan menjadi motif untuk Firaun 17menoolak untuk melepaskan Israel. Juga Allah dianggap sebagai 18penyebab kekerasan hati Firaun ini. Dalam sumber Priestly motif kekerasan digunakan dalam kaitan narasi tulah, namun motif ini digunakan 19dalam menekankan kisah konfrontasi antara Musa dan tulisan Wilson ini menolong bagi mereka yang memegang pendekatan hipotesa dokumen yang mana seseorang dapat menemukan kekhasan dari setiap sumber dalam mengungkapkan motif kekerasan hati ini, tetapi tulisan Wilson tidak memberikan jalan keluar atas persoalan konflik teologis dalam topik kekerasan hati Teologis-Eksegetis20Pendekatan ini dapat ditemukan dalam tulisan Beale. Memang Beale melakukan penyelidikan eksegetis teks-teks yang berkaitan dengan kekerasan hati Firaun ini, namun penyelidikannya dipengaruhi oleh presuposisinya bahwa Allah itu Mahakuasa, sehingga Ia berhak melakukan segala hal, termasuk menjadi sumber atau penyebab utama kekerasan hati Firaun. Ungkapan “Allah mengeraskan hati Firaun” dalam Kel. 421 dan 73 mendahului narasi tulah-tulah, menunjukkan bahwa Allah adalah sumber utama kekerasan hati Firaun “the Ultimate Cause of Pharaoh's 21Hardening”. Ia mengungkapkan tujuan Allah mengeraskan hati Firaun adalah “Yahweh hardens Pharaoh's heart primarily to create an Israelite Heilgeschichte, necessarily involving an Egyptian Unheilgeschichte – all of 22which culminates in Yahweh's glory.” Pengerasan hati Firaun oleh Allah merupakan tindakan yang tak bersyarat “unconditional” atau tak bergantung pada keputusan Firaun dan semata-mata merupakan Kekerasan Hati Firaun Dalam Kitab Keluaran 19 23keputusan Beale banyak memberikan informasi eksegetis yang baik, namun hasil akhir penyelidikannya ini sangat dipengaruhi oleh presuposisi teologisnya tentang kemahakuasaan dan kedaulatan Allah dalam hidup manusia. Aspek kehendak bebas manusia Firaun kurang mendapat tempat, sehingga dapat menimbulkan pertanyaan tentang keadilan Allah. Apakah adil kalau Allah yang merupakan penyebab utama kekerasan hati Firaun juga merupakan Allah yang menghukum Firaun atas kekerasan hati itu?.24Pendekatan konteks sastra dan budayaDorian G. Coover Cox mengangkatkan persoalan keadilan Allah dalam kaitan dengan kekerasan hati Firaun. Dalam kaitan dengan pertanyaan tentang keadilan Allah dalam kaitan kekerasan hati Firaun, Cox menjawab dengan pasti bahwa kitab Keluaran menunjukkan bahwa 25tuduhan bahwa Allah tidak adil adalah tuduhan yang salah. Cox menyelidiki topik ini dengan pendekatan yang memperhatikan konteks sastra dan budaya. Melalui penyelusuran konteks sastra Cox menyelusuri adanya kisah-kisah dalam kitab Kejadian dan Keluaran yang mengungkapkan telah 26adanya ketegangan atau permusuhan antara Allah dan Mesir Firaun. Cox memulai dengan kisah Penciptaan yang menunjukkan Allah adalah 27Pencipta dan Pemilik segala sesuatu, termasuk yang dimiliki oleh Firaun. Selanjutnya ia mengungkapkan tentang keberadaan keturunan Abraham Israel dan penindasan mereka di Mesir yang telah Allah nubuatkan pada masa Abraham Kej. 1513-14, ketegangan antara Abraham dan keturunannya dengan raja-raja asing termasuk Mesir – Kej. 1210-20 dan 28kisah Yusuf yang menyelamatkan Mesir. Dalam kaitan dengan kitab Keluaran, Cox mengungkapkan salah satu tema penting dalam kitab Keluaran adalah melalui segala karya-Nya termasuk tulah-tulah, Allah 29ingin manusia mengakui Dia sebagai Tuhan. Kisah dalam Keluaran tak didasarkan pada masalah etnis, di mana adanya superioritas Israel atas 30Mesir. Kekerasan hati Firaun nampak dalam wujud ketidakbersediaannya untuk mengakui Allah sebagai Tuhan dan rencana-Nya untuk 31membebaskan Israel dari Mesir. Cox juga mengangkapkan perihal kemarahan Musa terhadap Firaun sebagai dasar bahwa Firaun pun bertanggung jawab atas kekerasan hatinya, walaupun Musa tahu 32bahwa Allah juga berperan dalam kekerasan hati Firaun. Sedangkan melalui perhatian terhadap konteks budaya Mesir, Cox mengkontraskan konsep Mesir tentang Firaun sebagai raja yang besar dan kitab Keluaran yang menempatkan Firaun di bawah kekuasaan Allah 33sebagai Raja yang Besar itu. Firaun adalah raja yang memberontak atas 20 JTA Vol. 15 No. 4, Maret 2013 34kekuasaan Allah, Sang Raja Besar itu. Tulah-tulah tak hanya menyerang 35sistem kepercayaan Mesir, tetapi juga status Firaun. Cox juga memberikan uraiannya tentang kekerasan hati dalam konteks budaya Mesir yang menunjukkan dalam hati yang ringan akan menikmati hidup kekal, sedangkan hati yang berat menimbulkan masalah besar bagi yang bagian kesimpulan dapat ditemukan bahwa secara umum Cox berupaya menyimbangkan kekerasan hati Firaun itu sebagai tindakan yang 37bersifat alami dan supraalami. Bersifat alami oleh karena tindakan itu merupakan keputusan pribadi Firaun dan bersifat supraalami oleh karena hal itu juga merupakan karya Allah atas diri Firaun. Oleh karena itu Allah tidak dapat dituduh bahwa Ia tak adil, oleh karena kekerasan hati Firaun itu juga merupakan keputusan pribadi Firaun. Cox mengungkapkan bahwa jika Allah tidak mengeraskan hati Firaun, Firaun secara hakiki tidak akan berbeda dan perbedaannya hanyalah bahwa mungkin ia hanya akan 38mengalami tulah yang lebih penulis bahwa pendekatan konteks sastra dan budaya yang dicetuskan oleh Cox, tidaklah memberikan solusi yang berarti atas perdebatan tentang kekerasan hati Firaun. Tulisan Cox hanya memberikan informasi tambahan dalam melihat perdebatan ini dalam persektif yang lain, tapi belum memberikan solusi yang Kritik NarasiDalam membahas topik ini David M. Gunn menggunakan pendekatan kritik narasi yang memberikan perhatian pada plot dan karakter Keluaran 1-3914. Ia mengungkapkan “Plot implies action, action by characters and actions impinging on characters…. Questions about the cause or motivation of the hardening will therefore rapidly develop into questions about the 40characters involved.” Gunn mengungkapkan bahwa Firaun merupakan 41karakter pemimpin yang bengis. Hal itu dapat dilihat dalam kisah penolakan Firaun terhadap permintaan Musa untuk mengizinkan Israel 42mengadakan perayaan bagi Yahweh Kel. 51-9. Karakter Firaun itu semakin jelas dalam kisah tulah-tulah yang juga mengungkapkan bagaimana ia mengeraskan hatinya dengan tidak memberikan respons yang tepat terhadap tulah-tulah itu dan juga tidak membebaskan Israel. Ketika membahas antara karakter Allah dan Firaun dalam kaitan dengan kekerasan hati Firaun, Gunn mengungkapkan“To summarize so far, we can that while in the early stages of the story we are invited to see Pharaoh as his own master, hardening his own heart perhaps the legacy of the J story, as the narrative develops it becomes crystal clear that God is ultimately the only agent of heart-hardening who matters the Plegacy. “Pharaoh's heart was hardened” Kekerasan Hati Firaun Dalam Kitab Keluaran 21 thus becomes a kind of shorthand for “Yahweh caused Pharaoh's heart to harden.” If Pharaoh may been directly responsible for his attitude as the commencement, by the end of the story he is depicted as acting 43against his own better judgement, a mere puppet of Yahweh.”Jadi dapat dikatakan bahwa Firaun pada awalnya yang mengeraskan hatinya dengan melawan Allah dan dalam perkembangannya Allah berperan aktif mengeraskan hati Firaun, sehingga tak ada lagi pilihan lagi bagi Firaun selain hatinya menjadi semakin keras dalam kendali Gunn ini dikritik oleh Beale oleh karena penekanan terhadap peran Allah “divine casuality” dalam mengeraskan hati Firaun, 44membebaskan Firaun dari tanggung jawab atas tindakannya. Bagi penulis kritik Beale agak berlebihan, karena Gunn juga membahas peran Firaun “human causality” dalam kekerasan hatinya. Dalam tulisannya ini Gunn memberikan perhatian pada adanya perkembangan kekerasan hati Firaun. Kekerasan hati Firaun dimulai dari tindakan Firaun berkeras hati, lalu ditindaklanjuti oleh Allah dengan mengeraskan hatinya dan akhirnya menyebabkan bahwa hati Firaun semakin keras. Pendapat Gunn ini biasanya diperhadapkan dengan kesulitan dengan urutan pemunculan ungkapan “Allah mengeraskan hati Firaun” Kel. 421; 73 yang mendahului ungkapan “Hati Firaun berkeras” Kel. 713 atau “Firaun tetap berkeras hati”Kel. 815. Urutan pemunculan ini menimbulkan kesan bahwa Allah yang pertama-tama mengeraskan hati Firaun dan bukannya tindakan atau pribadi Firaun untuk mengeraskan kaitan dalam upaya pembahasan topik ini, pertama-tama penulis menggunakan tulisan Robert B. Chisholm Jr. yang menyusun ayat- 45ayat yang berkaitkan dengan topik ini dalam tiga bagian, yaituTeks yang mengungkapkan Allah sebagai SubyekKel. 421 Aku akan mengeraskan hatinyaABêli-ta, qZEåx;a] ÷æç Piel, YQTLKel. 73 Aku akan mengeraskan hati Firaunh[o+r>P; bleä-ta, hv, ynIïa]w äù÷ Hiphil, YQTLKel. 912 TUHAN mengeraskan hati Firaunh[oêr>P; bleä-ta, hw"hy> qZEÜx;y>w ÷æç Piel, WYQTLKel. 101 Aku telah membuat hatinya dan hati para pegawainya berkeraswyd'êb'[] bleä-ta,w> ABli-ta, yTid>B; ynIa ]ãáë Hipihil, QTLKel. 1020 TUHAN mengeraskan hati Firaunh[o+r>P; bleä-ta, hw"ßhy> qZEïx;y>w ÷æç Piel, WYQTLKel. 1027 TUHAN mengeraskan hati Firaunh[o+r>P; bleä-ta, hw"ßhy> qZEïx;y>w ÷æç Piel, WYQTL22 JTA Vol. 15 No. 4, Maret 2013 Kel. 1110 TUHAN mengeraskan hati Firaunh[oêr>P; bleä-ta, hw"hy> qZEÜx;y>w ÷æçPiel, WYQTLKel. 144 Aku akan mengeraskan hati Firaun éh[or>P;-ble-ta, ÷æç Piel, WQTLKel. 148 TUHAN mengeraskan hati Firaunh[or>P; bleÛ-ta, hA'hy> qZEåx;y>w ÷æç Piel, WYQTLKel. 1417 Aku akan mengeraskan hati orang Mesir~yIr; bleä-ta, qZEx;m. ynIÜn>hi ynI©a]w ÷æç Piel, partisipTeks yang mengungkapkan Firaun sebagai subyekKel. 815 Ia tetap berkeras hati TB811 ABêli-ta, ãáë Hiphil, infinitive absoluteKel. 832 Firaun tetap berkeras hati828 ABêli-ta, h[or>P; ãáë Hiphil, WYQTLKel. 934 Ia tetap berkeras hati, baik ia maupun para pegawainya`wyd'b'[]w aWhï ABßli ãáë Hiphil, WYQTLKel. 1315 Sebab ketika Firaun dengan tegar menolak untuk membiarkan kita pergi éh[or>p; hv' yhiy>w äù÷ Hiphil, QTLTeks yang mengungkapkan kondisi hati Firaun yang kerasKel. 713 Hati Firaun berkeras h[oêr>P; bleä qzx/YP; bleä dbeÞK' ãáë Predicative AdjectiveKel. 722 Hati Firaun berkeras h[or>P;-ble qzÜx/YP;-ble qzÜx/YP; bleä dB; ãáë Qal, WYQTLKel. 935 Berkeraslah hati Firaunh[oêr>P; bleä qzx/YP; bleä-ta, hv, ynIïa]w. Kata kerja äù÷muncul dalam bentuk Hiphil, YQTL. Bentuk Hiphil ini dapat dikategorikan dalam factitive yang 49menunjuk kepada penyebab yang menghasilkan suatu keadaan. Jadi ayat-ayat ini menyatakan bahwa memang Allah sedang atau akan membuat hati Firaun keras, tetapi tak menunjuk secara khusus kapan Ia melakukannya. Ayat ini tak memungkiri adanya peranan Allah dalam kekerasan hati Firaun, tetapi ayat ini tak menunjukkan bahwa Allah telah mengeraskan hati Firaun. Allah sedang atau akan menyebabkan hati Firaun 50keras, tetapi tentang waktunya belum dinyatakan secara bahwa Allah telah mengeraskan hati Firaun baru disebutkan dalam h[oêr>P; bleä-ta, hw"hy> qZEÜx;y>w. Munculnya ungkapan ini dalam konteks tulah keenam, berarti Firaun dan orang Mesir 24 JTA Vol. 15 No. 4, Maret 2013 telah mengalami enam tulah dari Allah. Sedangkan ungkapan “hati Firaun telah menjadi keras” sudah disebutkan dalam Kel. 713 dan ungkapan “Firaun mengeraskan hatinya” disebutkan dalam Kel. 815. Oleh karena itu dapat diasumsikan bahwa ketika hati Firaun berkembang menjadi keras atau Firaun mulai mengeraskan hatinya, maka Allah mulai bertindak untuk 51mengeraskan hati kaitan dengan hal ini, bagian lain yang penting diperhatikan adalah Kel..319 yang mengungkapkan “tetapi Aku tahu bahwa raja Mesir tidak akan membiarkan kamu pergi, kecuali dipaksa oleh tangan yang 52 kuat.”. yKi yTi[.d;êy" ynIåa]wBagian ini mengungkapkan bahwa dalam kemahatahuan-Nya Allah telah tahu bahwa raja Mesir atau Firaun akan “mengeraskan hatinya” dengan tidak membiarkan Israel pergi dari Mesir. Firaun hanya akan melepaskan Israel setelah melewati penghukuman yang keras. Ayat ini penting oleh karena menyatakan bahwa Allah telah mengetahui bahwa Firaun akan mengeraskan hatinya. Perihal bahwa Allah juga akan mengeraskan hati Firaun tidak lagi menjadi masalah, oleh karena Firaun sendiri yang memulai mengeraskan hatinya. Tindakan Allah mengeraskan hati Firaun akan menambah kekerasan hati Munculnya ungkapan “Allah mengeraskan Firaun” memang lebih awal dari pada ungkapan Firaun mengeraskan hatinya ataupun hati Firaun menjadi keras, tetapi hal ini tak dapat dijadikan dasar untuk menerima konsep “predetermination” Allah atas kekerasan hati Firaun. Oleh karena ungkapan “Allah mengeraskan Firaun” atau lebih tepatnya “Allah akan mengeraskan hati Firaun itu” muncul dalam bentuk YQTL imperfect. Bentuk ini menyatakan bahwa memang Allah sedang atau akan membuat hati Firaun keras, tetapi tak menunjuk secara khusus kapan Ia melakukannya. Ayat ini tak memungkiri adanya peranan Allah dalam kekerasan hati Firaun, tetapi ayat ini tak menunjukkan bahwa Allah telah mengeraskan hati Firaun. Dapat saja dipahami bahwa tindakan Allah mengeraskan hati Firaun seiring dengan tindakan Firaun mengeraskan hatinya. Oleh karena itu tidaklah dapat diterima anggapan bahwa dalam hal ini Allah berlaku membingungkan, oleh karena Ia yang menjadi perancang kekerasan hati Firaun dan kemudian Ia menghukum Firaun atas kekerasan hati ini. Pendapat yang mengungkapkan bahwa tindakan Allah mengeraskan hati Firaun seiring dengan tindakan Firaun mengeraskan hatinya, membuat Firaun tetap harus bertanggung jawab dari kekerasan Kel. 319 merupakan ayat penting dalam kaitan tentang topik kekerasan hati ini. Ayat ini menyatakan bahwa Allah dalam kemahatahuan-Nya mengetahui bahwa Firaun akan mengeraskan hatinya. Ketika topik ini Kekerasan Hati Firaun Dalam Kitab Keluaran 25 difahami dalam perspektif kemahatahuan Allah dan bukannya kedaulatan Allah yang melakukan “predetermination”, maka hal ini tak lagi menjadi masalah atau konflik Peranan Allah dalam kekerasan hati Firaun tak dapat dihilangkan, tetapi perlu ditempatkan pada proposinya. Tindakan Allah mengeraskan hati Firaun bukanlah penyebab utama kekerasan hati Firaun, tetapi lebih merupakan tindakan penguatan terhadap tindakan Firaun yang telah mengeraskan hatinya. Oleh karena itu tindakan Allah mengeraskan hati Firaun dapat dikatakan merupakan bagian awal atau pendahuluan note1. Walter C. Kaiser, Jr., Ucapan Yang Sulit Dalam Perjanjian Lama Malang SAAT, 1998, h. Scott. M. Langston, Exodus Through the Centuries Oxford Blackwell Publishing, 2006, pp. Dorian G. Coover Cox, “The Hardening of Pharaoh’s Heart in Its Literary and Cultural Contexts,” Bibliotheca Sacra 163July-September 2006, Kaiser, Jr., Ucapan Yang Sulit Dalam Perjanjian Lama, h. Langston mengutip pandangan Origenes yang mengungkapkan bahwa Allah mengeraskan hati orang yang telah berkeras hati, sehingga kekerasan hati itu merupakan sesuatu yang jahat timbul dari dalam orang itu dan bukan merupakan tindakan Allah predetermination. Exodus Through the Centuries, p. Brevard S. Childs, The Book of Exodus Louisville The Westminster Press, 1976, p. Ibid., p. 1748. Para ahli yang disebutkan dalam bagian ini sebatas kemampuan penulis dalam memperoleh materi. Ada beberapa artikel atau tulisan lain yang membahas topic ini, tetapi penulis tak mampu memperoleh materi Robert R. Wilson, “The Hardening of Pharaoh’s Heart”, The Catholic Biblical Quarterly, 41, 1979, Ibid., Ibid., Ibid., Ibid., Ibid., Ibid., Ibid., Beale, “An Exegetical and Theological Consideration of The Hardening of Pharaoh’s Heart in Exodus 4-14 and Romas 9,” Trinity Journal 5 NS 1984, Ibid.,133-8, 148-922. Ibid. Ibid., Dorian G. Coover Cox, “The Hardening of Pharaoh’s Heart in Its Literary and Cultural Contexts,” Bibliotheca Sacra 163 July-September 2006, 292-311. 25. Ibid., Ibid., Ibid., Ibid., Ibid., Ibid., Ibid., Ibid., Ibid., Ibid., 302. 35. Ibid., Ibid., JTA Vol. 15 No. 4, Maret 2013 37. Ibid., Ibid., David M. Gunn, “The Hardenng of Pharaoh’s Heart’ Plot, Character and Theology in Exodus 1-14,” Art and Meaning Rhetoric in Biblical Literature, ed. David Clines, David M. Gunn, and J. Hauser, JSOTS 19 Sheffield JSOT, 1982, Ibid., Ibid., Beale, “An Exegetical and Theological Consideration…,” Bagian-bagian ini merupakan pengembangan dari tulisan Robert B. Chisholm Jr., “Divine Hardening in the Old Testament”, Bibliotheca Sacra 153 October-December 1996, Ibid., Ibid., Fretheim, Exodus, p. Arnold and Choi, A Guide to Biblical Hebrew Syntax, p. Walter C. Kaiser Jr. memahami bagian ini seperti nubuatan para nabi, yang walaupun tak disebutkan persyaratannya. Oleh karena itu ia memahami bahwa Allah tak dapat dipandang sebagai penyebab utama kekerasan hati Firuan. Band. Kaiser, Jr., Ucapan Yang Sulit Dalam Perjanjian Lama, h. Band. Fretheim, Exodus, p. Kata kerjanya dalam bentuk Qal, QTL perfekt. Penggunaan kata ganti orang pertama sebagai subyek juga menunjuk pada aspek penekanan dalam bagian kalimat Hati Firaun Dalam Kitab Keluaran 27 ResearchGate has not been able to resolve any citations for this T. ArnoldJohn H. ChoiCambridge Core - Biblical Studies - Old Testament, Hebrew Bible - A Guide to Biblical Hebrew Syntax - by Bill T. ArnoldDorian G Coover CoxPharaoh's heart in the Book of Exodus, readers may feel pulled in two directions. On the one hand they may feel sympathy for Pharaoh and have doubts about the Lord's justice. On the other hand they may be pulled toward allegiance to the Lord, who res-cued the Israelites. The question of whether God was unfair in hardening Pharaoh's heart comes up even in Romans 9. Sternberg maintains that "of the various challenges facing the biblical narra-tor as ideological persuader, the most basic and formidable derives from the tension between two constraints. One is his commitment to the divine systen* of norms, absolute and demanding and in ap-plication often ruthless; the other, his awareness of the necessity and difficulty of impressing it on a human audience. The problem is always . . . how to get man to adopt a world-picture that both transcends and threatens man; how to win the audience over to the side of God rather than of their fellow-mortals." 1 Sternberg is correct that this is no easy task. Eslinger, for ex-ample, contends that once the fact of God's hardening Pharaoh's heart is announced, "the narrator has discarded the possibility of telling a tale of real triumphs over the Egyptian king. After this, Dorian G. Coover Cox is Assistant Professor of Old Testament Studies, Dallas Theological Seminary, Dallas, Texas, and Associate Editor, Bibliotheca Sacra. 1 Meir Sternberg, "The Bible's Art of Persuasion Ideology, Rhetoric, and Poetics in Saul's Fall," in Beyond Form Criticism Essays in Old Testament Literary Criti-cism, ed. Paul R. House Winona Lake, IN Eisenbrauns, 1992, 235. In this discus-sion he also notes the simultaneous rhetorical problem for the narrator of "how to accomplish the task of persuasion without dwarfing, betraying or compromising the object of persuasion" ibid..Ucapan Yang Sulit Dalam Perjanjian Lama Malang SAAT, 1998, hC WalterJr KaiserWalter C. Kaiser, Jr., Ucapan Yang Sulit Dalam Perjanjian Lama Malang SAAT, 1998, h. Yang Sulit Dalam Perjanjian LamaJr KaiserKaiser, Jr., Ucapan Yang Sulit Dalam Perjanjian Lama, h. Hardening of Pharaoh's HeartRobert R WilsonRobert R. Wilson, "The Hardening of Pharaoh's Heart", The Catholic Biblical Quarterly, 41, 1979, Exegetical and Theological Consideration of The Hardening of Pharaoh's Heart in Exodus 4-14 and Romas 9G K Beale, "An Exegetical and Theological Consideration of The Hardening of Pharaoh's Heart in Exodus 4-14 and Romas 9," Trinity Journal 5 NS 1984, yang mengungkapkan bahwa Allah mengeraskan hati orang yang telah berkeras hati, sehingga kekerasan hati itu merupakan sesuatu yang jahat timbul dari dalam orang itu dan bukan merupakan tindakan Allah predetermination. Exodus Through the CenturiesLangston Mengutip PandanganLangston mengutip pandangan Origenes yang mengungkapkan bahwa Allah mengeraskan hati orang yang telah berkeras hati, sehingga kekerasan hati itu merupakan sesuatu yang jahat timbul dari dalam orang itu dan bukan merupakan tindakan Allah predetermination. Exodus Through the Centuries, p. 33. Ibid., 301-2. 34. Ibid., 302. 35. Ibid., 303. 36. IbidIbidIbid., 300-1. 33. Ibid., 301-2. 34. Ibid., 302. 35. Ibid., 303. 36. Ibid., 305-6. 37. Ibid., 308. 38. Ibid., 'Hardenng of Pharaoh's Heart' Plot, Character and Theology in Exodus 1-14David M GunnDavid M. Gunn, "The 'Hardenng of Pharaoh's Heart' Plot, Character and Theology in Exodus 1-14," Art and Meaning Rhetoric in Biblical Literature, ed. David Clines, David M. Gunn, and J. Hauser, JSOTS 19 Sheffield JSOT, 1982, 72-96. Pengertian Kedaulatan Tuhan dan Teorinya. Berdasarkan sejarah, teori kedaulatan tuhan adalah teori kedaulatan paling tua dibandingkan dengan teori kedaulatan lainnya. Dalam teori kedaulatan tuhan, tuhan lah yang mempunyai kuasa terhadap segala alam dan manusia dimuka bumi. Definisi Kedaulatan Tuhan Kedaulatan tuhan adalah dimana kekuasaan tertinggi suatu negara , di pegang oleh raja, yang di klaim sebagai keturunan dewa atau raja. Oleh sebab itu, negara dan pemerintah negara harus mewakili Tuhan di dalam menjalankan hukum Tuhan di dunia. Negara yang menganut paham kedaulatah Tuhan disebut negara teokrasi. Contohnya adalah Belanda dan Swis pada masa pemerintahan pengikut Juga Pengertian Kedaulatan Negara Teori kedaulatan tuhan Teori kedaulatan Tuhan adalah sebuah teori yang dikemukakan tokoh penganut-penganut teori teokrasi. Sebagian dari Pendapat mereka sebenarnya sama. Tuhan ditetapkan sebagai pemilik kekuasaan yang tertinggi. Akan tetapi persoalan yang diperdebatkan adalah siapa di dunia ini yang mewakili Tuhan, Raja ataukah Paus. Menurut Agustinus 354-430 M berpendapat bahwa Paus adalah orang yang mewakili Tuhan di dunia, atau bisa dimaksud dengan di suatu negara. Pemikiran beliau ini tertulis di dalam sebuah karya tulisnya yang berjudul City of God Kerajaan Tuhan.Baca Juga Pengertian Kedaulatan Rakyat Dalam UUD 1945 Menurut Thomas Aquinas 1225-1274 M dengan teori baru dalam kadaulatan Tuhan. Beliau mengatakan sebuah teori bahwa kekuasaan raja dan Paus itu sama, hanya saja perbedaannya berada ditugasnya yaitu raja di lapangan keduniawian, sedangkan Paus di lapangan keagamaan. Menurut Marsilius 1280-1343 M mengajarkan teori baru yaitu kekuasaan tidak dimiliki seorang Paus, akan tetapi dimiliki negara atau raja. Menurut ajaran Marsilius, raja adalah wakil daripada Tuhan untuk melaksanakan kedaulatan atau memegang kedaulatan di dunia Juga Seputar Pengertian Kedaulatan Perkembangan teori ini berjalan bersama dengan perkembangan agama baru pada masa itu, yaitu agama Kristen, yang diorganisir pihak gereja yang dikepalai oleh Paus. Pada masa itu, negara-negara Eropa dijalankan oleh dua organisasi kenegaraan, yaitu pihak gereja yang dikepalai oleh Paus, dan pihak negara yang dikepalai oleh raja-raja sesuai dengan daerah masing-masing. Ini disebabkan oleh agama Kristen adalah agama resmi negara-negara di Eropa pada masa itu setelah perjuangan yang kuat dari pihak gereja dalam menyebarkan agama Kristen melawan kepercayaan patheisme atau paganisme yang dipegang oleh raja-raja yang menganggap bahwa Kristen mengancam kewibawaan Juga Pengertian Kedaulatan Hukum Dan Teorinya Pada saat Kristen berhasil menjadi agama resmi negara-negara di Eropa, gereja pun mulai mendapat kekuasaan dalam mengatur negara, bukan saja urusan keagamaan, akan tetapi urusan keduniawian juga. Maka tidaklah jarang terjadi dua peraturan dalam satu hal. Satu peraturan dari raja, dan kedua peraturan dari gereja. Selama peraturan tersebut tidak berbenturan, maka tidak menjadi masalah. Tetapi, apabila kedua peraturan itu saling bertentangan, maka barulah timbul persoalan, peraturan manakah yang patut dipatuhi. Maka peraturan yang paling tinggilah yang akan diberlakukan. Persoalan inilah juga yang menjadi penyebab munculnya perdebatan soal kedaulatan Tuhan. Selanjutnya, dengan munculnya teori yang dibawa oleh Marsilius, pemerintahan di Eropa menjadi berubah. Dulunya sebuah pemerintah yang sangat menghormati pihak gereja Catolik Roma, sekarang berubah menjadi pemerintahan yang diperintah oleh raja yang kekuasaannya digerakkan dengan cara absolut. Karena seorang raja tidak merasa bertanggung jawab kepada siapa pun kecuali Tuhan. Mereka merasa berhak untuk melakukan apa saja. Kenyataan ini terlihat jelas pada zaman renaissance. Sumber dan dikutip dari berbagai sumber

jelaskan kedaulatan tuhan atas tindakan firaun